Kamis, 23 Februari 2012

Konsepsi hukum tanah nasional dikonkretkan dalam asas-asas hukum pengadaan tanah


Konsepsi hukum tanah nasional dikonkretkan dalam asas-asas hukum pengadaan tanah, yaitu:

1. Penguasan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk
keperluan apapun harus dilandasi hak atas tanah disediakan oleh hukum tanah         nasional

2. Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya tidak dibenarkan   dan diancam dengan sanksi pidana

3. Penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandasakan hak dilindungi oleh hukum terhadap gangguan –ganguan dari pihak manapun baik oleh sesama bagi pihak anggota masyrakat maupun pihak penguasa sekalipun, jika gangguan tersebut tidak ada landasan hukumnya

4. Oleh hukum disediakan saran hukum untuk menanggulangi, gangguan yang ada yaitu :

1)  Gangguan dari pihak sesama anggota masyarakat dapat dilakukan dengan :
a) Gugatan perdata di pengadilan
b) Meminta bantuan Bupati / Walikota yang bersangkutan bagi pihak yang   menggunakan tanah secara illegal seperti yang diatur dalam Undang-undang nomor 51 Prp tahun 1960
c) Tuntutan pidana bagi para okupan (liar) Gangguan dari pihak penguasa yang tidak ada dasar hukumnya, dapat ditanggulangi dengan:
                 (1) Gugatan perdata bedasarkan Pasal 1365 KUH Perdata
                 (2) Gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara

       2) Gangguan dari pihak penguasa yang tidak ada dasar hukumnya dapat        ditanggulangi dengan :
a) Gugatan Perdata bedasarkan Pasal 1365 KUHPerdata
b) Gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara

5. Dalam kedaaan biasa diperlukan oleh siapapun dan untuk keperluan apapun (termasuk untuk kepentingan umum) perolehan tanah oleh seseorang harus melalui musyawarah untuk melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan baik mengenai
    imbalannya yang merupakan hak atas yang bersangkutan untuk menerimanya

6.  Dalam keadaan biasa untuk memperoleh tanah yang diperlukan (termasuk kepentingan umum) tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk apapun dan oleh pihak siapapun kepada pemegang haknya untuk menyerahkan tanah kepunyaannya dan atau menerima imbalan yang tidak disetujuinya, termasuk juga penggunaan lembaga konsinyasi yang diatur dalam pasal 1404 KUH Perdata

7. Dalam keadaan pemaksa jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk menyelenggarakan kepentingan umum dan tidak mungkin menggunakan tanah lain, sedang musayawarah yang dilakukan tidak tercapai kesepakatan dapat dilakukan pengambilan secara paksa dalam arti tidak memerlukan persetujuan pemegang haknya dengan cara pencabutan hak yang diatur dalam Undang-udang nomor 20 tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak atas tanah

8. Perolehan atas dasar kesepakatan bersama maupun melalui pencabutan hak pemegang haknya berhak memperoleh imbalan atau ganti kerugian yang bukan hanya meliputi tanahnya, bangunan dan tanaman pemegang hak melainkan juga kerugian lain yang dideritanya sebagai penyerahan tanah yang bersangkutan.

 9. Bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian tersebut (juga jika tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan  pencabutan hak) harus sedemikian rupa sehingga bekas pemegang haknya tidak mengalami kemunduran baik di bidang sosial maupun ekonominya.

Tidak ada komentar: